Alasan Kita Malas Mengerjakan Tugas #MentalHealthRangerSatuPersen
Setiap pelajar pasti memiliki tugas-tugas yang harus diselesaikan dalam rangka pemenuhan kompetensi akademik di sekolah. Tugas-tugas tersebut memiliki tingkat kesulitan yang bervariasi. Kemauan kita dalam menyelesaikan tugas-tugas tersebut ada kalanya memburuk. Ketika kemauan kita dalam menyelesaikan tugas menurun biasanya kita cenderung untuk menunda-nunda penyelesaian tugas (Rahardjo et al., 2013). Hampir semua pelajar pasti pernah merasakan rasa malas untuk mengerjakan tugas meskipun tahu kalau tugas -tugas tersebut sudah sangat mepet tanggal pengumpulan. Penelitian Ellis & Knaus dalam Schouwenburg (1995) menyatakan 70% mahasiswa terlibat dalam kegiatan menunda-nunda tugas. Banyak juga, ya! Mungkin teman kalian yang juara 1 di kelas atau yang kelihatan sangat rajin sekali pun pasti pernah merasa malas mengerjakan tugas. Akan tetapi, wajar saja kalau kita pernah merasakan malas mengerjakan tuga karena kita hanya manusia biasa. Komputer saja terkadang juga bisa malas mengerjakan tugas, lho, misalnya ketika komputer kamu ngelag karena kebanyakan download drama Korea. Namun, perlu diwaspadai ketika kita merasa malas untuk mengerjakan tugas terus-terusan. Bisa jadi kamu sedang sakit, entah sakit mental atau fisiknya. Hal ini bisa digambarkan dengan kalau komputer kamu sering ngelag pasti kamu masih merasa nyaman menggunakannya, tetapi kalau komputer kamu sering ngelag mungkin kamu akan bawa komputer tersebut ke tempat servis komputer atau cari yang baru, kan? Artikel ini akan membahas penyebab mengapa kita menunda-nunda pekerjaan serta solusi yang bisa diterapkan supaya tidak terus-terusan malas mengerjakan tugas.
Banyak hal yang memotivasi pelajar untuk menunda-nunda pekerjaanya, salah satunya rasa takut untuk gagal. 6-14% pelajar yang melakukan penundaan pengerjaan tugas juga mengalami rasa takut untuk gagal (Rothblum dalam Schouwenburg, 1995). Rasa takut biasanya memunculkan kecenderungan untuk menghindari stimulus penyebab (Schouwenburg, 1995). Rasa takut untuk gagal dalam konteks akademik bisa memunculkan kecenderungan untuk menghindari tugas tersebut yang akhirnya muncul dalambentuk penundaan pengerjaan tugas. Contoh nyata yang saya alami sendiri, saya menunda-nunda penulian artikel ini karena saya takut kalau konten yang saya tulis kurang berbobot. Penundaan pengerjaan tugas ini bisa dihubungakn dengan metode koping avoidance, yakni metode koping yang berfokus untuk melakukan sesuatu selain stimulus penyebab agar tidak merasakan stress (Gazzaniga et al., 2016). Dikarenakan adanya rasa takut gagal menyelesaikan tugas, individu melakukan koping avoidance dengan cara menunda pengerjaan tugas. Dengan menunda pengerjaan tugas, individu jadi tidak merasakan kecemasan karena takut gagal.
Kedua, menunda-nunda menyelesaikan tugas bisa disebabkan karena karakteristik individu itu sendiri. Ada bebera individu yang menunda-nunda menyelesaikan tugas karena memang kebiasaannya bukan hanya karena tidak suka atau kesulitan mengerjakan tugas tersebut (Schouwenburg, 1995). Ketika menunda pekerjaan sudah menjadi kebiasaan individu, hal tersebut dapat dikategorikan sebagai karakteristik individu. Individu yang rendah dalam beberapa aspek di Conscientiousness cenderung untuk lebih melakukan penundaan penyelesaian tugas (Schouwenburg, 1995). Conscientiousness ini merupakan salah satu aspek dalam teori The Big Five. Bentuk Conscientiousness berupa kemauan untuk meraih sesuatu, rapi, terkontrol, dan efisien (Schouwenburg, 1995). Individu yang cenderung rendah dalam sisi ini lebih kurang peduli tentang aspek-aspek dalam kehidupannya (Gazzaniga et al., 2016). Aspek-aspek tersebut termasuk dalam menunda penyelesaian tugas. maka dari itu, penelitian Schouwenburg (1995) menemukan kalau individu yang rendah Conscientiousness-nya cenderung untuk menunda pengerjaan tugasnya karena mereka cenderung tidak terlalu mementingkan hal tersebut.
Terakhir, mungkin kalau kamu terlalu sering melakukan penundaan pengerejaan tugas, bahkanmungkin tidak hanya secara akdemik, bisa jadi tanda kamu terkenda depresi. Ditemukan adanya hubungan positif antara depresi dengan penundaan pengerjaan tugas (Sadler & Sacks dalam Day et al., 2000). Semakin tinggi tingkat depresi individu, semakin tinggi pula kemungkinan dia untuk melakukan penundaan penyelesaian tugas. Orang yang depresi bisanya kurang memiliki harapan untuk melanjutkan hidup dan rendahnya kemampuan untuk melakukan tugas sehari-hari (Gazzaniga et al., 2016). Ketika pelajar mengalami depresi ada kemungkinan untuk terjadinya penurunan performansi akdemik (Schouwenburg, 1995). Penurununan akademik ini bisa ditunjukkan dalam bentuk malas mengerjakan tugas. Individu yang terkena depresi juga biasanya malasmelakukan tugas sehari-hari yang juga bisa berarti malas menyelesaikan tugas-tugas akademiknya. Ditambah lagi, rendahnya kemauan orang dengan depresi untuk melanjutkan hidup membuatnya berpikir untuk tidak melakukan yang terbaik dalam aspek-aspek kehidupannya, akademik bisa menjadi salah satu hal yang akan dia abaikan apabila dia mengalami depresi. Penderita depresi mungkin berpikir untuk apa menyelesaikan tugas-tugas tersebut karena bisa jadi mereka memiliki pikiran untuk bunuh diri yang membuat penderita depresi kurang memiliki ekspetasi untuk masa depannya (Gazzaniga et al., 2016). Kurangnya ekspetasi masa depan tersebut membuat penderita deperesi kurang peduli dengan masa depannya, yang berarti kurang peduli untuk memiliki pencapaian akademik (menyelesaikan tugas). Akan tetapi, jangan langsung self-diagnose, ya! Penyakit depresi ini tidak hanya didiagnosis dari satu dimensi saja, kalau kalian merasa mungkin mengalami depresi, kalian bisa coba untuk konsultasi dengan mentor-mentor yang ada di Satu Persen.
Terinspirasi dari salah satu video Satu Persen di YouTube yang berjudul “Filosofi Teras: Mindset Produktif ala Stoic (Anti Prokrastinasi dengan Stiocism)”, kita bisa menggunakan pola pikir ala Filosofi Teras agar menjadi lebih produktif. Pertama, kita bisa menerapkan keyakinan yang positif terhadap tugas-tugas yang diberikan kepada kita. Ketika kita mempersepsikan tugas menjadi sebuah beban, otomatis perasaan kita ketika mengerjakan tugas tersebut akan menjadi negatif. Perasaan negative ini membuat kita menjadi malas mengerjakan tugas. Kita harus punya pola pikir yang positif dulu ketika memulai mengerjakan sesuatu. Dengan memiliki persepsi yang positif pada tugas yang akan dikerjakan, perasaan positif akan timbul, yang membuat kita lebih menikmati proses pengerjaan tugas yang harus kita lakukan, sehingga kemungkinan kita menunda menyelesaikan tugas menjadi lebih kecil. Kedua, kita perlu tahu mengapa tugas tersebut penting untuk kita kerjakan. Ketika kita melakukan sesuatu yang menurut kita tidak penting, motivasi dalam melakukannya menjadi menurun. Kalau mulai melakukan tugas, kita bica coba untuk berhenti sejenak dan mencari tahu prioritas kita itu sebenarnya apa dan mengapa melakukan tugas tersebut itu penting. Kalau kita sudah tahu mengapa tugas tersebut penting untuk dilakukan, kita menjadi akan lebih bersemangat untuk mengerjakannya. Ketiga, penting untuk menanamkan apa yang bisa kita kontrol dan apa yang tidak. Menurut Filosofi Teras, hal yang dapat kita kontrol itu hanyalah hal yang ada di dalam diri kita sendiri, kita tidak bisa mengontrol hasil dari pekejaan kita. Seperti yang sudah saya tuliskan sebelumnya, penundaan penyelesaian tugas bisa juga dikarenakan rasa takut untuk gagal. Dari Filosofi Teras, kita belajar yang dapat kita kendalikan itu hanya diri kita sendiri. Jadi, yang penting itu seberapa baik kita mengusahakannya bukan seberapa baik hasil dari pekerjaan kita. Dengan menanamkan pola pikir tersebut, kita bisa lebih termotivasi untuk menyelesaikan tugas. Kalau masih penasaran dengan pola pikir produktif ala Filosofi Teras, Anda bisa langsung kunjungi akun YouTube Satu Persen, atau bisa mencoba melakukan tes-tes psikologi gratis di link yang saya cantumkan di bawah. Terima kasih telah membaca artikel ini.
#MentalHealthRangerSatuPersen
Layanan mentoring:
https://satupersen.net/layanan/konsultasi/konseling
Tes Online:
https://satupersen.net/quizzes
Baca juga:
https://satupersen.net/blog/cara-mengontrol-emosi-melalui-regulasi-emosi-diri-sendiri
https://satupersen.net/blog/marah-adalah-bagian-dari-kita
Referensi penulisan artikel:
Gazzaniga, M. S. (2016). Psychological Science (5th ed.). New York, USA: W W Norton
(2020, April 02). Retrieved March 23, 2021, from Filosofi Teras: Mindset Produktif ala Stoic (Anti Prokrastinasi dengan Stoicism)
Rahardjo W, Juneman, Setiani Y. (2013). Computer Anxiety, Academic Stress, and
Academic Procrastination on College Students. Journal of Education and Learning.
Vol.7 (3) pp. 147-152.
Day, Victor, David Mensink & Michael O'Sullivan (2000) Patterns of
Academic Procrastination, Journal of College Reading and Learning, 30:2, 120-134,
DOI: 10.1080/10790195.2000.10850090
Schouwenburg H.C. (1995) Academic Procrastination. In: Procrastination and Task Avoidance. The Springer Series in Social Clinical Psychology. Springer, Boston, MA. https://doi.org/10.1007/978-1-4899-0227-6_4
Anak ku. Kamu akan menjadi yg terbaik dr mereka yg baik. Senyum dan keriangan mu akan selalu bapak kenang sampai kapan pun. Damai di sana ya anak ku....
BalasHapus